Format Audio Surround - Dolby, DTX dan THX
Dolby Digital pertama kali
memasuki pasar dengan di rilisnya film Batman Return tahun 1992. Pada tahun-tahun
awal ini pesaing utama Dolby Digital adalah Kodak CDS (Cinema Digital Sound)
yang ternyata telah lebih dahulu beredar dipasar dari tahun 1990 – 1992 dengan
9 judul film, termasuk diantaranya adalah film Terminator 2. Namun akhirnya
sistem CDS tidak digunakan lagi sejak Universal Studio mengadopsi Dolby Digital
secara luas. Sampai akhirnya pada tahun 1993, DTS (Digital Theater System)
dan SDDS (Sony Dinamic Digital Sound) diperkenalkan lewat film Jurasic
Park dan Last Action Hero. Perlahan-lahan format DTS kemudian banyak di adopsi
oleh film-film box-office. Sejak itu dominasi Dolby yang telah puluhan tahun
diramaikan dengan persaingan format DTS dan berlomba menjadi sistem audio
surround yang terbaik. Belakangan sistem surround tidak saja hanya untuk
konsumsi film theater, tetapi kemudian meluas diadopsi oleh sistim audio/video
konsumen rumah seperti DVD/Home Theater. Tulisan berikut ini mencoba untuk
merangkum beberapa standar sistem surround yang kerap dijumpai di pasar. Ada
beberapa logo yang kerap tertera pada cover Radio Tape, VCR, DVD, DVD player,
video game dan beberapa sistem audio video yang terintegrasi dalam home
theater. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari logo-logo tersebut. Dolby
Pro Logic
Tahun 1982 Dolby Laboratries Inc.
mulai memberikan lisensi yang membolehkan sistem audio surround untuk konsumsi
perangkat rumah seperti perangkat VCR VHS/Beta. Dolby Surround merupakan trade
mark yang menunjukkan bahwa sistem audio dari rekaman audio/video tersebut
telah mengadopsi sistem ini. Dolby Surrond adalah standar format rekaman audio
yang meng-encode 4 kanal suara (terdiri dari left, right, center dan surround)
menjadi 2 kanal stereo. Seiring dengan itu, sistem Dolby Pro Logic adalah
decoder yang di adopsi oleh banyak perangkat pemutar untuk men-decode 2 trek
stereo tersebut menjadi empat kanal suara left, right, center dan surround.
Tanpa decoder, format Dolby Surround yang terdengar adalah seperti kualitas
stereo biasa. Walaupun kadang ada sistem yang dilengkapi dengan 5 speaker, namun
2 speaker surround-nya merupakan satu kanal surround mono.
Dolby Pro Logic II
Sistem ini merupakan pengembangan
lebih lanjut dari Dolby Pro Logic (yang dikenal juga dengan Dolby Pro Logic I).
Bedanya, sistem Dolby Pro Logic II dapat men-decode 5 kanal surround (left,
right, center, left surround dan right surround) dari rekaman stereo. Lima
kanal surround dapat di decode dari 2 kanal stereo apa saja dan tidak
tergantung apakah rekaman ini telah di encode dengan format Dolby Surround apa
tidak. Suara surround yang dihasilkan adalah suara surround stereo.
Dolby Digital 5.1
Pada tahun 1984 Dobly
mengembangkan standard encoding digital kanal audio yang dinamakan format AC1
(audio coder 1). Format ini diadopsi oleh beberapa penyelengara broadcast tv
satelite dan tv cable. Kemudian di kembangkan format AC2 dengan kualitas audio
yang lebih baik. Seiring dengan perkembangan teknologi digital dan chip DSP,
kemudian Dolby Laboratories mengembangkan Dolby AC3 di tahun 1992 yang menjadi
cikal dari sistem surround Dolby Digital 5.1 atau disebut singkat dengan Dolby
Digital (di singkat DD). Dahulu sistem ini disebut juga dengan Dolby SRD (Spectral
Recording Digital). Konfigurasi 5.1 memiliki 6 kanal suara yang terpisah.
Dinamakan demikian, sebab pada sistem audio ini ada terdapat 5 kanal utama
( right, center, left, right surround, left surround) dan satu
kanal dengan notasi 0.1 yaitu kanal efect yang disebut LFE (Low Frequency
Effect). Pada prakteknya kanal effect ini di realisasikan dengan
sub-woofer, untuk mem-visualisasikan suara efek seperti suara bom, gemuruh
gempa dan hentakan kaki dan sebagainya. Namun pengertian kanal LFE tidak mesti
sama dengan sub-woofer, sebab LFE membawa informasi fraksi dari
frekuensi-frekuensi rendah yang bisa saja dibagi ke speaker surround kanan dan
kiri. Besar data rate digital pada sistem DD adalah 384 kbps sampai 448 kbps
dengan sampling 48 KHz.
DTS Digital
Tahun 1992 merupakan tahun yang
penting buat perkembangan sistem DTS. Saat itu mereka dapat meyakinkan Steven
Spielberg melalui demonstrasi format ini yang dimainkan dari rekaman yang
disimpan dalam hardisk. DTS kemudian diadopsi untuk film box office Jurasic
Park. Sistem DTS Digital atau di singkat DTS juga memiliki 6 kanal suara dengan
format 5.1. Sama seperti DD ada kanal LFE yang membawa frekuensi rendah 20 – 80
Hz. Standard rate datanya adalah 1.4 Mbps untuk CD/LD dan 1.5 Mbps untuk DVD
dengan sampling 48 KHz dan resolusi 24 bits. Memang ukuran data DTS lebih besar
atau standard ratio kompresinya (3.5 : 1 dibanding 12 : 1 pada DD) lebih tidak
efisien dibandingkan DD, namun argumen yang dikemukan oleh DTS adalah semakin
kecil ratio kompresi maka suara yang dihasilkan DTS akan lebih natural.
SDDS
Sistem SDDS (Sony Dinamic
Digital Sound) dari Sony ini memiliki 6 atau 8 kanal suara (right, left
right center, center, left center, sub woofer, right surround dan left surround).
Beberapa film layar lebar menggunakan format SDDS terutama film-film produksi
Sony Entertainment. Reader dan decoder khusus untuk ini di tambahkan pada
proyektor pemutar film. Format SDDS sampai saat ini secara eksklusif hanya ada
untuk film bioskop saja dan belum di adopsi untuk konsumen rumah. Tentu saja
hingga kini SDDS belum di-support oleh banyak pemutar DVD/ home theater.
THX
THX bukanlah suatu standard
format rekaman suara, melainkan standard bagaimana sistem audio video yang baik
dapat dihasilkan. THX merupakan lembaga sertifikasi kualitas performansi audio
pada suatu ruangan. Lembaga ini digagas oleh Lucas Films dan nama THX diambil
dari film Lucas pertama yang berjudul 'THX 1138'. Nama Tomlinson Holman yang
kala itu selaku direktur teknik Lucas film, bersama timnya tahun 1980an adalah
pionir yang menetapkan cikal dari standard THX saat ini.
Untuk sistem audio, sertifikasi
lebih ditujukan pada desain tata ruang, isolasi, desain akustik, serta
pemilihan dan penempatan sistem audio. Ada dua jenis sertifikasi, yang pertama
dinamakan THX Ultra untuk ruangan sekelas cinepleks atau theater dan yang kedua
THX Select untuk ruangan kecil seperti home theater. Sertifikasi ini tentu akan
menambah biaya produksi dari satu film atau perangkat yang mendapat sertifikat.
Namun pinsipnya ada harga tentu ada kualitas.
Penutup
Paparan ini terlepas dari pro dan
kontra tentang mana sistem audio surround yang lebih baik. Format-format yang
berbeda tentu memiliki karakteristik yang berlainan, serta menawarkan ruang
bagi para sinemator berkreasi memvisualisasikan audio untuk mendukung cerita
yang diinginkan. Kualitas suara dan efeknya yang sampai ke telinga penonton
masih tergantung dari kualitas tata ruang, akustik dan lain sebagainya. Sejauh
ini ada 4 format audio yang selalu ada dalam satu rekaman film diantaranya, DD,
DTS dan SDDS dan Stereo Analog standard. Untuk film layar lebar informasi audio
(salah satu atau ke-empatnya) di print di pinggir film seluloid tersebut.
Terkadang ada dua judul film yang sama dibuat dengan rekaman audio yang
berbeda. Tulisan di atas masih menyisakan pokok bahasan tentang format surround
yang muktahir. Diantaranya adalah format 6.1 dan 7.1 dengan DD EX (Extended),
DTS ES (Extended Surround) dan DTS 96-24. Bagi anda sebagai pemakai,
perbedaan format-format tersebut menjadi pertimbangan untuk memiliki sistem
yang saling kompatibel.